komunikasi sebagai wujud nilai demokrasi dan ruang publik
PAPER
PERAN KOMUNIKASI DALAM DEMOKRASI DAN RUANG PUBLIK
Disusun Oleh:
MONI FANTIKA RAHIM ( 51703050021 )
FITRI AYU MASLAKHAH ( 51703050015 )
ANAZIYATUL MAGHFIROH ( 51703050007 )
NAUFAL FARUQ ASSYAFIQ ( 51703050024 )
UNIVERSITAS ISLAM MAJAPAHIT
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU
POLITIK
2018-2019
BAB I
PENDAHULUAN
A.
LATAR BELAKANG
Apakah akan selalu berjalan mulus antara komunikasi dengan demokrasi?
Apakah komunikasi menentukan dalam proses demokrasi? Apakah komunikasi yang
terbuka menjadikan proses demokrasi semakin cepat dan baik? Atau, justru
sebaliknya, komunikasi yang terbuka mengakibatkan demokrasi berdampak buruk
bagi negara dan masyarakat sendiri? Dan,: Apakah komunikasi menentukan arah
perjalanan demokrasi atau demokrasi yang justru menentukan komunikasi? Banyak
pertanyaan yang dapat dikemukakan mengenai kaitan komunikasi dengan demokrasi.
Namun, satu hal yang sudah pasti bahwa komunikasi menentukan arah
demokrasi. Hal ini disebabkan bahwa komunikasi yang berjalan secara terbuka
dapat mempercepat proses demokrasi. Komunikasi dalam persoalan ini dapat
didefinisikan sebagai proses penyampaian pesan dari komunikator, kepada
komunikan. Persoalan yang dianggap sangat penting dari definisi komunikasi ini
ialah bagaimana pengirim pesan mengemas serta mengirimkan pesan dan bagaimana
pihak penerima pesan memahaminya. Siapakah yang berkedudukan sebagai
komunikator dan komunikan dalam ranah demokrasi? Tentu saja, jawaban terhadap
hal itu sangat tergantung pada model demokrasi yang dijalankan. Apabila demokrasi
yang diterapkan lebih banyak memberikan peluang bagi para pemimpin politik
(pejabat negara atau pemimpin partai politik), maka yang bertindak sebagai
komunikator adalah kalangan elite politik belaka. demikian ini, rakyat tidak lebih
berperan sebagai komunikan yang pasif. Rakyat sekadar menjadi pendengar yang
hanya boleh menerima pesan-pesan politik, namun tidak mampu menyampaikan umpan
balik. Itulah corak komunikasi yang bersifat linear, seperti layaknya garis
lurus yang memberikan perintah maupun petuah, tanpa boleh disanggah oleh para penerima
pesan. Komunikasi dianggap berjalan dengan baik ketika pesan-pesan yang
dikemukakan kalangan elite politik mampu dicerna secara jelas atau tanpa
distorsi oleh masyarakat kebanyakan. Fenomena ini, ironisnya, dapat terjadi dalam
sistem politik yang mengklaim demokrasi. Hal paling ideal yang seharusnya dijalankan
adalah komunikasi tidak bersifat linear, melainkan sirkular (melingkar).
Artinya adalah ketika komunikator bertindak menyampaikan pesan, maka rakyat
memiliki peluang yang sama untuk memberikan respon. Dalam ranah komunikasi
semacam ini, kedudukan komunikator maupun komunikan dapat saling bergantian.
Posisi komunikator tidak semata-mata dipegang oleh para elite politik,
sebaliknya rakyat pun tidak hanya berkedudukan sebagai pihak komunikan. Rakyat
mampu berkedudukan sebagai komunikator ketika mereka dapat menyampaikan
tanggapan dalam bentuk apapun, misalnya pujian, kritik, maupun saran, kepada kalangan
elite politik yang berposisi sebagai pihak komunikan. Inilah komunikasi yang
menunjukkan sifat kesederajatan. Konsep komunikator yang serba berkuasa atau
komunikan yang sangat tidak berdaya menjadi hilang karena kedua pihak memiliki
kedudukan yang setara sebagai pihak-pihak yang sedang terlibat (partisipan) dalam
komunikasi. Tentu saja, model komunikasi yang mengandaikan kehadiran
komunikator dan komunikan yang kemudian melebur menjadi feedback powerful
powerless.
Ruang publik (publik sphere) pada awalnya dikemukakan oleh Jurgen
Habermas, seorang filsuf Mazhab Frankfurt yang berasal dari Jerman. Menurut
Habermas ruang publik adalah ruang di mana warganegara bisa berunding mengenai
hubungan bersama mereka sehingga merupakan sebuah arena institusi untuk
berinteraksi pada hal-hal yang berbeda. Menurut Habermas, dalam ruang publik
"private persons" bergabung untuk mendiskusikan halhal yang menjadi
perhatian publik atau kepentingan bersama. Ruang publik ini ditujukan sebagai
mediasi antara masyarakat dan negara dengan memegang tanggung jawab negara pada
masyarakat melalui publisitas. Tanggung jawab negara mensyaratkan bahwa
informasiinformasi mengenai fungsi negara dibuat agar bisa diakses sehingga
aktifitas-aktifitas negara menjadi subyek untuk dikritisi dan mendorong opini
publik. Singkatnya, public sphere berarti sebuah ruang yang menjadi mediasi
antara masyarakat dan negara di mana publik mengatur dan mengorganisirnya
sendiri sebagai pemilik opini publik.
BAB II
PEMBAHASAN
Demokrasi membutuhkan warga negara yang well informed. Warga negara yang
punya kesadaran politik merupakan kekuatan demokrasi, karena dalam demokrasi
warga negaralah yang menentukan siapa yang layak menjadi pemimpin. Pilihan
politik warga negara menentukan kualitas kepemimpinan. Pilihan politik yang rasional dan
kritis hanya dapat terbentuk jika tersedia sumber informasi yang substantif dan
berkaitan dengan kepentingan mereka. Idealnya, dalam demokrasi setiap warga
negara sudah memiliki kesadaran politik yang cukup. Dengan kata lain dia tidak
hanya mampu memahami isu-isu politik, melainkan sadar dan terdorong untuk
mencari informasi yang dia gunakan sebagai pedoman untuk menentukan pilihan
politiknya.
Secara umum ada tiga tipe demokrasi, yaitu: demokrasi langsung (direct
democracy), demokrasi perwakilan (liberal/ representative democracy), dan
demokrasi satu partai.
1.
Demokrasi langsung adalah sebuah
sistem pengambilan keputusan tentang kepentingan publik di mana warga negara
terlibat langsung. Negara kota, disebut juga polis di Athena, dipimpin oleh gubernur
warga negara (citizen-governors) di mana tercermin bahwa hampir tidak ada
batasan antara negara dan masyarakat. Dengan kata lain, pada zaman Athena kuno
rakyat (citizen) pada saat yang sama menjadi bagian dari otoritas politik yang
berfungsi untuk membuat peraturan perundang-undangan. Masyarakat (demos)
terlibat dalam bidang fungsi legislatif dan judikatif, sebab konsep masyarakat
Athena tentang kewarganegaraan (citizenship) menuntut keterlibatan aktif mereka
dalam fungsi tersebut yaitu berpartisipasi secara langsung dalam hal urusan
negara. Model demokrasi ini tentu tidak terlalu membutuhkan mekanisme yang
kompleks dalam mencapai keputusankeputusan penting terkait dengan jalannya
pemerintahan.
2.
Demokrasi liberal adalah suatu sistem
pemerintahan yang dibentuk dengan memilih para pejabat negara yang bertugas
untuk mewakili kepentingan dan pandanganpandangan warga negara dari batas
wilayah tertentu dengan berpatokan pada penegakan hukum yang berlaku. Demokrasi
sekarang ini sulit menerapkan model demokrasi klasik yang bersifat langsung.
Demokrasi modern lebih mengadopsi demokrasi liberal atau demokrasi perwakilan,
walaupun di beberapa negara masih terdapat demokrasi dengan tipe satu partai
tunggal seperti di negara-negara komunis-sosialis. Demokrasi Perwakilan menjadi
pusat perhatian dalam pembahasan ini.
3.
Demokrasi perwakilan yang populer itu
tidak luput dari pembusukan politik. Liberalisasi politik menyebabkan konsep
perwujudan kekuasaan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat berubah menjadi
ajang kompetisi antarelit semata. Konsep “demokrasi” yang mulia dialihkan
menjadi sarana untuk melanggengkan kekuasaan dan menimbun materi oleh para
penguasa. Pada saat yang sama, masyarakat menjadi diabaikan keberadaannya.
Komunikasi dipandang sebagai kebebasan berbicara dan kebebasan pers
dalam pengertian non-campur tangan oleh pihak negara. Sehingga, dari situlah
terjadi kontes politik terbuka yang mendukung pemilihan umum dan mencegah
mereka yang masih menjabat untuk mengekalkan kekuasaan mereka. Hal ini berkesesuaian
dengan analogi bahwa apabila demokrasi adalah pertarungan kompetitif bagi suara
rakyat, maka sistem media yang demokratis dipahami sebagai pertarungan
kompetitif yang terjadi pada para pembaca, pendengar, penonton, dan pemakai
media massa yang lain, misalnya internet.
Komunikasi merujuk pada komunitas komunikasi karena demokrasi merupakan
bentuk komunikasi yang intensif terhadap penyelenggaraan pemerintahan yang
bersifat kolektif. Komunikasi dalam kaitan ini dipandang sebagai kemampuan para
anggota komunitas dalam
menerima
informasi yang sehat (misalnya tentang persoalan-persoalan publik),
mentransmisikan pesan-pesan atau informasi (misalnya mengekspresikan pemikiran
dan pendapat rakyat), dan secara kolektif memproses informasi (misalnya saja
rakyat terlibat dalam diskusi dan proses-proses deliberatif). Komunikasi di
sini mengandaikan adanya bahasa bersama, media yang tersebar luas, dan forum forum
yang dapat diakses oleh rakyat.
Ruang publik (public sphere) merupakan sebuah ruang yang mudah diakses
tanpa batas, bebas dari tekanan kekuasaan negara dan ekonomi, di mana warga
negara melakukan pembicaraan politik guna mewujudkan suatu kesepahaman bersama
terkait dengan kepentingan umum yang lebih luas. Konsep dasar ruang publik ini
terungkap dari pemikiran Habermas (1989). Ruang publik merupakan “tempat” untuk
berkomunikasi sebagai elemen pembentuk kehidupan sosial (life-world) yang
bersandar pada rasionalitas komunikatif anggota masyarakat. Setidaknya terdapat
empat “elemen” penting dalam ruang publik, yaitu: hadirnya private persons, use of reason, need articulation, dan public
opinion.
Supaya ruang publik sebagai ruang perbincangan politik (political talk)
dapat
memberi kontribusi pada demokrasi, maka proses
deliberasi tersebut harus berbeda dari percakapan biasa. Perbincangan dalam
ruang publik harus menggunakan tindakan komunikatif masing-masing individu yang
terlibat secara rasional. Habermas menjelaskan perbincangan dalam ruang publik
ideal perlu mencerminkan kriteriakriteria: comprehensibility, truth,
truthfulness, dan rightness (Habermas, 1984). Sejalan dengan itu Dahlberg
(2004) menyatakan enam syarat deliberasi dalam ruang publik ideal, yaitu:
exchange and critique of reasoned moral-practical validity claims, reflexivity,
ideal role taking, sincerity, discursive inclusion and equality, autonomy from
state and economic power.
Kriteria-kriteria tersebutlah yang hendaknya digunakan oleh para
politisi dalam mengambil suatu keputusan politik. Dari sisi warga negara,
kehadiran internet sebagai ruang publik sangat memungkinkan menerapkan
kriteria-kriteria tersebut. Sehingga, internet sebagai ruang publik dapat
sungguh-sungguh berkontribusi pada demokrasi lewat penguatan masyarakatnya di
tengah-tengah negara.
Ruang publik ideal akan terbentuk ketika publisitas sebagai bagian dari
kebaikan bersama atau berbagi kepentingan. Ini adalah pengertian di mana ketika
karakteristik ruang publik Habermas sebagai arena di mana topik diskusi
dibatasi pada kebaikan bersama. Dalam proses tersebut, para partisipan
ditransformasikan dari koleksi pencarian diri sendiri, individu pribadi ke
dalam semangat publik secara kolektif, mampu untuk bertindak bersama dalam
kepentingan bersama. Dalam pandangan ini, kepentingan individu tidak punya
tempat yang layak dalam politik ruang publik.
BAB III
KESIMPULAN
Komunikasi dalam persoalan ini dapat didefinisikan sebagai proses
penyampaian pesan dari komunikator, kepada komunikan. Hal paling ideal yang
seharusnya dijalankan adalah komunikasi tidak bersifat linear, melainkan
sirkular (melingkar). Artinya adalah ketika komunikator bertindak menyampaikan
pesan, maka rakyat memiliki peluang yang sama untuk memberikan respon. Menurut
Habermas ruang publik adalah ruang di mana warganegara bisa berunding mengenai
hubungan bersama mereka sehingga merupakan sebuah arena institusi untuk
berinteraksi pada hal-hal yang berbeda. Secara umum ada tiga tipe demokrasi,
yaitu: demokrasi langsung (direct democracy), demokrasi perwakilan (liberal/
representative democracy), dan demokrasi satu partai. Supaya ruang publik sebagai
ruang perbincangan politik (political talk) dapat memberi
kontribusi pada demokrasi, maka proses deliberasi tersebut harus berbeda dari
percakapan biasa. Perbincangan dalam ruang publik harus menggunakan tindakan
komunikatif masing-masing individu yang terlibat secara rasional. Ruang publik
ideal akan terbentuk ketika publisitas sebagai bagian dari kebaikan bersama
atau berbagi kepentingan.
REFERENSI
https://www.google.co.id/url?q=https://www.researchgate.net/profile/Salvatore_Simarmata/publication/279517277_Media_Baru_Ruang_Publik_Baru_dan_Transformasi_Komunikasi_Politik_di_Indonesia_New_Media_New_Public_Sphere_and_the_Transformation_of_Political_Communication_in_Indonesia/links/5689bda708aebccc4e172d8c/Media-Baru-Ruang-Publik-Baru-dan-Transformasi-Komunikasi-Politik-di-Indonesia-New-Media-New-Public-Sphere-and-the-Transformation-of-Political-Communication-in-Indonesia.pdf&sa=U&ved=2ahUKEwjb_7vBn4XfAhWafH0KHXf8CGgQFjACegQICRAB&usg=AOvVaw1hrodxLdzyqm1KJASO5Pv8
https://media.neliti.com/media/publications/218001-peran-komunikasi-dalam-demokratisasi.pdf
Comments
Post a Comment