Analisis UUD tentang kode etik jurnalistik Pasal 2 dan pasal 4.
Wartawan Indonesia menempuh cara-cara yang profesional dalam melaksanakan tugas jurnalistik
Pasal 4 :
Wartawan Indonesia tidak membuat berita bohong, fitnah, sadis, dan cabul.
Berikut contoh kasus pelanggaran kebebasan pers di Indonesia :
Kasus wawancara fiktif terjadi di Surabaya
Kemerdekaan berpendapat, berekspresi, dan pers adalah hak asasi manusia yang dilindungi Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945, dan Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia PBB.
Kemerdekaan pers adalah sarana masyarakat untuk memperoleh informasi dan berkomunikasi, guna memenuhi kebutuhan hakiki dan meningkatkan kualitas kehidupan manusia. Dalam mewujudkan kemerdekaan pers itu, wartawan Indonesia juga menyadari adanya kepentingan bangsa, tanggung jawab sosial, keberagaman masyarakat, dan norma-norma agama.
Dalam melaksanakan fungsi, hak, kewajiban dan peranannya, pers menghormati hak asasi setiap orang, karena itu pers dituntut profesional dan terbuka untuk dikontrol oleh masyarakat.
Berikut bunyi UUD tentang kode etik jurnalistik :
Pasal 2 :
Seorang wartawan harian di Surabaya menayangkan berita hasil wawancaranya dengan seorang isteri Nurdin M Top. Namun akhirnya terungkap kalau ternyata wawancara tersebut nggak pernah dilakukan. Isteri Nurdin M Top saat itu sedang sakit tenggorokkan sehingga untuk berbicara saja sulit , apalagi memberikan keterangan panjang lebar seperti laporan wawancara itu. Wartawan dari harian ini memang nggak pernah bertemu dengan isteri orang yang disangka teroris itu dan tidak pernah ada wawancara sama sekali. Wartawan dalam kasus di atas melanggar Kode Etik Jurnalistik Pasal 2 dan Pasal 4.
Nah, itu adalah dua contoh kasus tentang pelanggaran kebebasan pers yang ada di Indonesia. Hal ini menunjukkan bahwa meskipun kita sudah diberikan kebebasan, kita harus tetap bertanggung jawab atas apa yang sudah dilakukan.
By : Wahyuning Putri Anggareva
NIM: 51703050029
Comments
Post a Comment