Kebebasan pers pasca Orde Baru
Diposting Oleh:
Altin Muntiara Sari
5173050004
Pada masa Orde Baru kebebasan pers sangat dibatasi oleh pemerintah, pada saat itu kedudukan pers langsung di bawah naungan pemerintah. Oleh karenanya berita yang di sampaikan kepada masyarakat harus melalui persetujuan pemerintah, ini menyebabkan pers mengalami krisis kebabasan. Bahkan berita yang beredar di masyarakat cenderung memperlihatkan sisi kebaikan pemerintah saja. Media yang dinilai melanggar peraturan dan mengeritik pemguasa bisa dikenakan pembredelan.
Mekanismenya dikontrol melauli “rezim SIUIP” (Surat Izin Usaha Penerbitan Pers). Namun, ketika suharto lengsengser dari jabatan, undang-undang pers kembali mengalami revisi, yang menghasilkan Undang - Undang baru. Kebebasan pers ini kemudian ditegaskan lagi lewat Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers.
UU No. 40 /1999 menggantikan Undang-Undang No. 11 Tahun 1966 mengenai Ketentuan-Ketentuan Pokok Pers, yang ditambah dengan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1967, dan kemudian diubah dengan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1982. UU No. 40/1999 menegaskan tidak ada sensor dan pembredelan terhadap pers.
Dengan demikian pers kembali mempunyai kebabasan dalam melaksanakan kegiatan jurnalistik yang meliputi mencari, memiliki, memperoleh, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi baik dalam bentuk gambar, tulisan, suara, maupun bentuk lainnya menggunakan media elektronik, media cetak, dan jenis media saluran lainnya.
Akan tetapi dampak dari kebebasan pers yang terjadi di indonesia membauat para insan pers menjadi keblablasan dalam memberitakan sebuah peristiwa, seperti halnya pada saat terjadi gempa bumi di lombok. Pada saat itu media secara terus menerus menyiarkan berita tertang terjadinya gempa bumi, yang menurut saya itu membuat psikis para penerima berita menjadi terganggu. Berbeda dengan cara jepang memberitakan bencana. Media jepang hanya sebentar dalam menyiarkan berita gempa dan lebih menyiarkan recovery bencana yang telah terjadi di negara jepang. Sehingga berita tidak menjadi teror di kalangan masyarakat. Dikutip dari laman BBC News Indonesia.
"Kita melihat pasca tsunami itu, masyarakat dan pemerintah Jepang khususnya bisa mengorientasikan seluruh aktivitas dari sisi elemen, departemen dan pemerintahan fokus melakukan recovery dari tsunami dan pemerintah cukup tanggap dalam memperbaiki prasarana di sana sehingga bisa memperbaiki aktivitas."
Hal yang sama juga disampaikan oleh juru bicara Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Sutopo Purwo Nugroho.
"Pemulihan infrastruktur dilakukan secara cepat. Jalan tol di Tohoku Expressway selesai hanya 11 hari seteleh tsunami. Infrastruktur ini tidak hanya berkontribusi pada transportasi dalam pengiriman barang dan logistik saat darurat, tetapi juga memulihkan ekonomi Jepang,"kata Sutopo.
KPI sebagai lembaga yang bertugas untuk meregulasi berita yang akan disebarkan hendaknya meregulasi berita (bencana : Breaking News) yang sudah sering beredar di masyarakat dan lebih banyak menyiarkan berita recovery yang telah terjadi guna meningkatkan optimisme masyarakat Indonesia.
Comments
Post a Comment