Di posting oleh : Elang Teja Kusuma
(51703050013)


PANTASKAH MERAGUKAN KEPERPIHAKAN JURNALIS
DALAM MENGHADAPI PESTA POLITIK?

Jika dikatakan bahwa isu keberpihakan media massa belakangan ini cenderung kehilangan fungsi dan peran sosialnya. Kecanggihan media massa melakukan komodifikasi dan membangun opini memungkin dirinya melahirkan (hype) realitas baru melebihi realitas sebenarnya. Namun, sebagai bagian dari generasi gadget (baca: masya­rakat multitasking) ada kecen­derungan masyarakat yang hidup pada era ini tidak akan lagi mudah dipengaruhi, ditipu dan dikelabui pemberitaan dan informasi palsu, asal-asalan (hoax). Sebaliknya, ada upaya mereka mela­kukan perlawanan untuk mengimbangi, menolak, bahkan meluruskan. Menyampaikan opini dan wacana pribadi melalui ruang-ruang kosong dunia maya dan media sosial, seperti facebook, twitter, dan sebagainya.

Inilah era generasi multitasking, dimana informasi dan pemberitaan media massa berjalan cair, fleksible, diekspresikan denga cara yanga asyik dan gaul. Sebuah dunia kekinian yang memungkinkan segala realitas dikonstruksi melalui pesan-pesan dunia maya, membuat petisi online, menyampaikan surat terbuka, menyebarkan video, serta beragam pesan media sosial yang bisa jadi solusi mengimbangi keberadaan dan perkembangan media massa.
Menurut undang - undang Republik Indonesia Nomor 40 tahun 1999 tentang pers pada BAB III pasal 7 nomor 2 yang berbunyi wartawan memiliki dan menaati kode etik jurnalistik. Dan BAB V pasal 15 point 2 tentang dewan tentang fungsi - fungsi dewan pers pada nomor 1  berbunyi Melindungi kemerdekaan pers dari campur tangan pihak lain; dan pada nomor 3 yang berbunyi Menetapkan  dan  mengawasi  pelaksanaan  Kode   Etik Jurnalistik.
Sedangkan seorang jurnalis harus berpedoman pada kode etik jurnalistik. Di dalam kode etik jurnalistik sangat jelas di katakan pada point 1. Wartawan Indonesia bersikap independen, menghasilkan berita yang akurat, berimbang, dan tidak beritikad buruk. Pada point 4. Wartawan Indonesia tidak membuat berita bohong, fitnah, sadis, dan cabul.
Dari undang - undang dan kode etik jurnalistik sangat jelas bahwa keberpihakan pers sangat di larang. Sayangnya di lapangan banyak sekali hasil jurnalistik yang berpihak atau bertendensi kepada pihak tertentu. Sedangkan di tahun 2019 kita berada di tahun politik dimana pemilihan presiden dan pemilihan legislatif. Disini peran pers harus diawasi secara ketat karena dengan peran pers yang bisa membuat opini publik untuk berpihak pada pasangan calon.
Di media massa terutama Instagram mulai diserang oleh pihak - pihak yang tidak memperdulikan adanya kode etik jurnalistik yang ada. Banyak sekali akun - akun yang hanya menggiring opini publik untuk mendukung salah satu pasangan calon.

Di dalam kondisi seperti ini dewan pers dan berbagai pihak yang mempunyai keterikatan didalamnya seperti kominfo, mahasiswa, dan elemen masyarakat lainya sepatutnya mengawasi dan mengontrol penyelewengan kode etik jurnalistik

Comments

Popular posts from this blog

PERAN OPINION LEADER DALAM SISTEM KOMUNIKASI INDONESIA

SISTEM KOMUNIKASI DI PERKOTAAN

Konglomerasi Media di Indonesia